Halaman

Kamis, 31 Mei 2012

Wanita Penghuni Surga Itu…

Wanita Penghuni Surga Itu…
Penulis: Ummu Rumman Siti Fatimah
Muraja’ah: ustadz Abu Salman
Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”
Aku menjawab, “Ya”
Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’
Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’
Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.
Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”
Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga?
Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?
Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.
Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.
Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.
Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.
Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.
Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.
Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”
Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.
Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.
Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???
Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”
Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.
Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)
Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.
Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.
Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?
Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.

Wahai Para Suami, Jangan Memandang Istri Hanya Sebatas Fisik

Wahai Para Suami, Jangan Memandang Istri Hanya Sebatas Fisik
Sebelum menikah, kadang seorang wanita berharap calon suaminya kelak akan berubah setelah menikah, tetapi ternyata dia tidak berubah. Sebaliknya, seorang pria kadang berharap calon istrinya kelak tidak berubah setelah menikah, tetapi ternyata berubah.
Seorang teman yang kerena begitu cintanya kepada pria kekasihnya, mandah selalu memaklumi seperti apa pun sifat dan perilaku kekasihnya. Meski dia tahu pacarnya temperamen, sedikit ringan tangan, dan berperilaku negatif lain, dia tetap mencoba mempertahankan hubungan sambil berharap cinta bisa mengubah segalanya. Dia seolah begitu yakin bahwa kekasihnya akan berubah seiring berjalannya waktu setelah menikah kelak. Ketika pernikahan benar-benar terwujud, ternyata kekasih hati yang kini menjadi suaminya tetap eksis dengan perilakunya yang kasar dan ringan tangan. Bahkan, mungkin karena rasa memiliki yang begitu tinggi, membuat pasangan hidupnya seolah berhak melakukan apa pun terhadap istrinya, termasuk memukul dan berperilaku kasar lain.
Realita ini bisa menjadi pembenaran pernyataan bahwa sebelum menikah seorang wanita biasanya berharap calon suaminya kelak akan berubah setelah menikah, tetapi ternyata dia tidak berubah. Lalu, bagaimana dengan pria?
Seorang pria sebelum menikah sering hanya memandang fisik wanita. Seperti kisah Faris dan Farah di acara “Masihkah Kau Mencintaiku?” yang ditayangkan RCTI. Mereka sempat berpacaran sekitar lima tahun sebelum akhirnya menikah. Sebuah perkenalan yang cukup lama. Tidak dipungkiri, salah satu daya tarik Farah di mata Faris adalah kecantikannya, apalagi tubuhnya waktu itu masih langsing. Farah betul-betul memikat Faris dengan kecantikan dan postur tubuhnya yang nyaris sempurna. Namun, kondisi itu berubah ketika Farah melahirkan anak ketiga mereka. Tubuh Farah mulai melar dan mengalami obesitas. Di sinilah persoalan mulai muncul.
Mungkin, pada awalnya Faris merasa malu bila harus mengajak Farah di acara-acara kantornya karena membawa istri yang bobotnya berlebih menurutnya. Apalagi dia seorang direktur sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Faris juga mengaku menjadi kurang bergairah melihat perubahan fisik istrinya ini. Ujung-ujungnya, Faris akhirnya menikah lagi dengan wanita lain yang menurutnya lebih langsing dan seksi.
Tentu saja Farah tidak bisa menerima perlakuan suaminya ini. Dia merasa selama ini sudah berusaha menjadi istri yang baik bagi suaminya, melayani suami semampu yang bisa dia berikan. Dia juga berusaha keras membesarkan anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang. Mungkin karena kesibukannya itulah sehingga dia lupa mengurus dan mengontrol perubahan fisiknya.
Sementara suaminya mengaku sudah meminta istrinya untuk lebih mengurangi bobot tubuhnya dan memberikan dana tambahan untuk program diet. Namun, dia tidak menemukan perubahan berarti di tubuh istrinya hingga membuat gairahnya terhadap istri berkurang.
Siapa yang Salah?
Salahkah seorang pria mengagumi kecantikan dan keseksian seorang wanita? Tentu saja tidak karena inilah pesona yang diberikan Allah kepada makhluk lembut bernama wanita. Akan tetapi, salah besar bila kemudian “kecantikan fisik” ini menjadi satu-satunya standar kualitas seorang wanita. Seorang pria menjadi salah mengartikan makna “kecantikan wanita” bila standarnya hanya pada yang kasat mata. Begitupun wanita, salah besar bila mengaktualisasikan kecantikan dirinya hanya dengan mengandalkan kecantikan fisik.
Ada yang mengibaratkan wanita sebagai lukisan. Raga wanita adalah lukisan realis, sedangkan jiwa, hati, dan pikirannya adalah lukisan abstrak. Semua itu bergabung menjadi satu dalam bentuk yang utuh sehingga untuk mengagumi yang satu, yang lain pun harus dipahami. Kekurangan pada salah satunya bisa ditutupi dan didukung oleh yang lainnya, begitupun sebaliknya. Ada orang yang berwajah biasa-biasa saja, tetapi entah mengapa dia tampak menarik. Mungkin inilah yang disebut “inner beauty”. Sebaliknya, ada yang berwajah cantik, tetapi tidak menarik. Bila memiliki wajah yang tidak cantik dan tidak pula tampak menarik, itu apes namanya. Akan tetapi, Allah pasti adil dalam menciptakan manusia. Seperti apa pun kondisi fisik dan karakter seseorang insya Allah tetap ada jodohnya.
Standar Kecantikan
Cantik sangatlah relatif dan personal, tergantung siapa yang melihat serta latar budaya dan geografisnya. Misalnya di Amerika Serikat, cantik adalah mereka yang memiliki penampilan alami, kulit bercahaya, bibir lembab berkilau, pipi indah, dan berrambut lebat dan sehat. Sedangkan Rusia, memandang wanita cantik berarti berkulit cerah, rambut pirang kecokelatan serta wajah oval atau bundar.
Jika di Spanyol cantik berarti memiliki kulit kecokelatan alias terbakar sinar matahari dengan rambut lebat yang gelap berkilau, di Thailand malah sebaliknya, cantik di Thailand berarti berkulit putih dan langsing. Sedangkan Inggris, konon lebih mementingkan inner beauty. Kecantikan selalu dihubungkan dengan kepribadian, yang memiliki pribadi lebih menyenangkan dianggap lebih “cantik” dari yang lain. Masih banyak lagi standar berbeda tentang kecantikan dari setiap negara di dunia.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Berkulit putih, rambut lurus, tubuh langsing tampaknya menjadi standar cantik di negara kita. Salah satu buktinya, produk pencerah kulit (whitening) selalu laku keras diserbu pembeli. Begitupun iklan shampoo, hampir selalu di iklankan oleh wanita berambut hitam berkilau dan lurus.
Bukan hanya standar yang berbeda, definisi “cantik” pun ternyata berubah-ubah seiring perubahan zaman.
Pada zaman Monalisa, gadis gendut dianggap seksi. Konon, pada zaman kerajaan di Nusantara ini, wanita cantik juga digambarkan bertubuh gemuk. (bisa dilihat di relief dan arca beberapa candi di Indonesia) Wanita pada zaman itu dihargai karena keturunan dan kesuburannya. Gemuk dianggap sumber kesuburan dan bakal bisa memberikan banyak anak. Apalagi waktu itu mayoritas masyarakat berekonomi lemah sehingga makanan menjadi barang langka. Hanya orang yang hidup berkecukupan yang bisa menikmati makanan enak dan bisa gemuk.
Marlyn Monroe, berrambut pirang, bodinya bak gitar, menjadi ikon kecantikan tahun 50-an. Twiggy, tinggi kurus, wajahnya imut, rambutnya cepak, menjadi model terkemuka tahun 60-an. Eva Evangelista, Liz taylor, Joan Collins, menjadi ikon kecantikan wanita tahun 80-an. Ternyata, cantik tidak harus pirang. Tahun 90-an, dunia kecantikan diisi oleh Christy Turlington, Cindy Crawford, Claudia Schiffer, Elle Macpherson. Ikon cantik pada waktu itu berarti langsing, tetapi bukan kurus kering.
Kate Moss pada tahun 2000-an dianggap sebagai ikon kecantikan wanita. Rupanya kembali ke zaman Twiggy, cantik berarti kurus kering dan pucat. Gisele Bundchen dan Heidi Klum dianggap mewakili kecantikan zaman sekarang. Cantik itu berarti tinggi, langsing, dan sedikit berisi dengan rambut panjang dan pirang.
Ada satu lagi ikon kecantikan yang begitu melegenda lebih dari 2000 tahun lalu, yaitu kecantikan Ratu Cleopatra. Dalam sejarah Mesir Kuno ada tujuh ratu yang bernama Cleopatra. Yang paling terkenal dan tercantik adalah Cleopatra VII. Sedemikian jelitanya ratu yang satu ini hingga mampu memikat hati dua penguasa Romawi, yaitu Julius Caesar dan Mark Anthony. Cleopatra memiliki tiga anak dari kedua kaisar ini.
Daya tarik Cleopatra ini bahkan membuat Triumvirate (tiga penguasa) Romawi terlibat pertikaian satu sama lain. Demi mendapatkan Cleopatra, Mark Anthony rela meninggalkan istrinya yang merupakan adik Octavianus. Hal ini membuat Octavianus marah besar. Dia kemudian menyerang Mark Anthony dan Cleopatra dengan menggunakan armada tempurnya dan berakhir dengan kekalahan di pihak Mark Anthony dan Cleopatra hingga membuat mereka berdua bunuh diri.
Kecantikan Cleopatra bukan hanya membuat decak kagum, tetapi juga membuat banyak orang penasaran seperti apa sebenarnya kecantikan Ratu Mesir ini. Berbagai penelitian pun dilakukan para ahli sejarah. Berdasarkan koin perak yang dipamerkan di museum Sefton, Newcastle University, ternyata Cleopatra tidaklah secantik yang kita kira. Cleo di sana digambarkan sebagai wanita berdahi pendek, dagu runcing, bibir tipis dan hidung betet. Namun, tampilan gambar Ratu yang seperti itu menjadi perdebatan di kalangan akademis.
Sementara berdasarkan patung Cleopatra yang dipamerkan di Museum Inggris pada 2001 menunjukkan Ratu Mesir itu tingginya tidak lebih dari 5 feet (152 cm) dan bertubuh agak montok.
Namun, penelitian terakhir yang dilakukan oleh Sally Ann Ashton, ahli purbakala tentang Mesir, sangat berbeda dengan pendapat tersebut. Hasil penelitian yang dilakukannya selama satu tahun ini dianggap paling realistis dari semua penelitan yang ada. Gambar yang dituangkan pada komputer 3D ini menunjukkan sosok wanita cantik dengan wajah etnik campuran yang sangat berbeda dengan versi kebarat-baratan seperti Elisabeth Taylor yang menjadi Cleopatra dalam film tahun 1961. Cleo ternyata masih memiliki darah keturunan Afrika dan Yunani. Ada sedikit darah Barat, tetapi kemungkinan itu dari nenek moyang yang sudah jauh urutannya. “Penelitian itu menghasilkan gambar seorang wanita dengan kecantikan yang sangat menonjol, kecantikan dengan raut mix etnik,” kata Dr. Sally Ann Ashton dari Cambridge University.
Lepas dari perdebatan seperti apa kecantikan Cleopatra yang sebenarnya, ada hal lain yang dimiliki Cleopatra yang membuatnya terkenal, yaitu kepintarannya yang melebihi kepintaran wanita pada umumnya waktu itu. Konon ceritanya dia menguasai tujuh bahasa dunia, memiliki minat besar terhadap ilmu filsafat dan menulis buku ilmu pengetahuan. Bahkan, ada sebuah sumber yang mengatakan kalau Cleopatra adalah pakar matematika dan perniagaan. Dia tidak pernah mau melakukan sesuatu tanpa mempelajarinya terlebih dahulu. Cleopatra juga politikus yang hadal. Dia satu-satunya Ratu yang telah membangunkan negaranya dari keterpurukan ekonomi dan merebaknya korupsi, Ratu yang aktif serta menjauhkan Mesir dari Romawi selama 20 tahun dengan kecerdikan sikap politiknya.
Kisah Cleopatra bisa menjadi salah satu cermin bahwa seorang wanita juga mampu membangun peradaban. Dengan segala kepintaran dan sikap hidupnya membuat kecantikan Cleopatra seolah abadi meski 2000 tahun telah berlalu. Sangat berbeda dengan realita yang menimpa kaum hawa saat ini, mereka yang meraih popularitas hanya karena fisiknya, rata-rata akan pupus tertelan massa. Popularitas yang biasanya didambakan kaum hawa lewat manipulasi fisik adalah sesuatu yang semu karena esensi keberadaan seorang wanita sebenarnya lebih dari itu.
Cantik yang Menyiksa Wanita
Menjadi cantik adalah dambaan setiap wanita karena fitrah wanita memang menyukai kecantikan dan keindahan. Untuk mendapatkan pengakuan “cantik” ini banyak wanita yang kemudian menyiksa diri. Contohnya, seperti wanita pada zaman Dinasty Ming yang harus rela dipatahkan jari-jari kakinya demi mendapatkan kaki berukuran kecil. Beda lagi dengan penduduk Mongolia dan Tibet yang menganggap wanita cantik adalah yang berleher jenjang. Semakin panjang leher semakin cantiklah dia. Oleh karena itu, wanita di sana rela mengisi lehernya dengan banyak kalung timah yang mengikat erat di leher mereka sejak kecil. Semakin bertambah usia, jumlah kalung di leher mereka pun semakin bertambah sehingga membuat leher seolah tertarik ke atas.
Sampai saat ini pun masih terus ada wanita-wanita yang rela menyakiti dirinya demi tampil cantik. Naomi Wolf, penulis buku Mitos Kecantikan Kala Kecantikan Menindas Wanita, menuliskan dalam bukunya itu tentang banyaknya kaum wanita di Amerika, khususnya remaja, yang menderita Bulimia dan Aneroxia sebagai korban “mitos kecantikan” yang setiap hari disuguhkan kepada masyarakat lewat berbagai media. Anorexia Bulimia adalah gangguan makan yang dapat berdampak besar pada tubuh. Anorexia Bulimia dapat menyebabkan cedera pada esofagus (tabung yang menghubungkan mulut dan lambung) karena siklus berulang-ulang muntah. Pemujaan terhadap berat badan ini membuat banyak wanita menyakiti diri mereka dengan melakukan diet ketat hingga membuat mereka fobia terhadap makanan.
Demi mengejar “citra kecantikan” ini, ada sebagian wanita yang sampai merelakan tubuhnya menjadi bahan kreativitas para dokter di atas meja operasi plastik dan bedah kosmetik. Serangan kecantikan yang bertubi-tubi terhadap kaum wanita menimbulkan kekerasan hak asasi terhadap tubuh wanita. Kaum wanita tidak memiliki kebebasan untuk merasa nyaman dan jujur dengan tubuhnya. Meskipun gerakan feminisme pada awal 1970 berhasil meraih hak-hak hukum dan reproduksi bagi wanita, juga untuk mendapatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi ternyata kaum wanita masih terbelenggu dengan citra kecantikan. Mitos kecantikan selama ini telah digunakan sebagai senjata politik untuk menghambat kemajuan kaum wanita dengan menyebut sebagai “citra kecantikan wanita”. Setiap hari kaum wanita diyakinkan dengan mitos-mitos kecantikan yang semakin menjerumuskan kaum wanita dalam jurang pemujaan terhadap kecantikan. Sebuah pemujaan yang pada akhirnya menyakiti fisik wanita sekaligus menyerang psikisnya.
Setelah melalui kesakitan dan penderitaan demi menjadi “cantik”, apakah masalah mereka selesai? Ternyata tidak. Pada bab terakhir bukunya, Naomi Wolf menuliskan, “Setelah melampaui mitos kecantikan, wanita tetap akan disalahkan karena penampilan mereka. Wanita akan disalahkan oleh siapa saja yang merasa perlu untuk menyalahkan mereka. Wanita “cantik” tetap tidak menang di atas mitos kecantikan”.
Yah, berbicara tentang kecantikan wanita sepertinya tidak akan pernah selesai hingga berakhirnya dunia ini. Ketika membahas kecantikan wanita, satu pertanyaan yang muncul adalah, untuk siapa kecantikan wanita dan menurut siapa? Wanita selama ini selalu diposisikan sebagai makhluk yang dilihat dan dinilai oleh pria. Stereotip-stereotip (pencitraan) tentang wanita diciptakan untuk semakin dekat dengan mitos kecantikan sehingga wanita hanya punya dua pilihan, memiliki pikiran atau memiliki kecantikan. Mau menjadi wanita pintar tapi tidak cantik atau wanita cantik tapi bodoh. Kondisi ini seperti membuat kotak tersendiri. Hanya beberapa wanita saja yang tetap sadar dan berupaya keluar dari kotak yang telah dibangun untuk mengurung mereka. Pada para wanita inilah makhluk di dunia berlutut dalam ketakutan dan kekaguman. Hanya cinta sejati yang dapat menyamakan kedudukan mereka dengan kesempurnaan ini.
Seperti Apakah Kecantikan Hakiki?
Melihat realita bahwa standar cantik ternyata berbeda-beda di setiap wilayah dan akan berubah-ubah seiring waktu, haruskah kita mengikuti trend cantik? Masihkah ingin mengejar “kecantikan” sedangkan sulit menentukan standar “keindahan objektif” ketika nilai-nilai keindahan terus berubah? Kalau tubuh kita sakit, kita wajib mengobati tubuh kita. Kalau tubuh kita kotor, bau, dan berkeringat, wajib dibersihkan karena kebersihan adalah ruh kecantikan. Akan tetapi, kalau kita dianggap tidak cantik, haruskah wajah dan tubuh kita dipermak? Apalagi kalau proses menjadi cantik itu kemudian malah menyiksa diri kita. Jangan sampai kita mengorbankan kesehatan demi “keindahan” yang mungkin dianggap membantu menarik hati lawan jenis.
Seberapa pentingkah kecantikan fisik ini dibandingkan dengan faktor lainnya? Jangan sampai kecantikan fisik ini membuat kita menafikkan sumber kecantikan lain yang kita miliki, yaitu kecantikan jiwa dan hati serta kecantikan akal dan pikiran.
Mengenai hal ini, Andrew Ho, juri sebuah ajang pemilihan ratu kecantikan Miss Chinese Cosmo Pageant 2005 mengatakan, “Penampilan memang penting agar seorang wanita terlihat rapi, cantik, dan menarik. Namun, ada karakteristik lain yang lebih penting, yaitu selalu berpikiran positif, memiliki cinta dan kasih sayang baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang sekitar, memiliki kedamaian spiritual untuk menemukan harapan baru, optimisme, dan kebahagiaan hakiki. Kecantikan yang berasal dari kemurnian hati dan jiwa lebih mudah menjadi pusat kekaguman banyak orang. Semakin banyak cinta yang Anda pancarkan tanpa syarat, semakin tinggi aura kecantikan yang Anda miliki.
Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Abbas, “Sesungguhnya amal kebaikan itu akan memancarkan cahaya di dalam hati, membersitkan sinar pada wajah, kekuatan pada tubuh, kelimpahan dalam rezeki, dan menumbuhkan rasa cinta di hati manusia kepadanya. Sesungguhnya, amal kejahatan itu akan menggelapkan hati, menyuramkan wajah, melemahkan badan, mengurangi rezeki, dan menimbulkan rasa benci di hati manusia kepadanya.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Rasulullah Saw. pun pernah menyebutkan pentingnya kecantikan hati dalam sabdanya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik kalian dan rupa kalian, tetapi Allah melihat hati kalian.” (HR Muslim)
Olek karena itulah, Islam memandang puncak kecantikan wanita berbanding lurus dengan tingkat ketundukan dan kepasrahannya kepada Allah Swt. karena kecantikan hakiki dan ideal adalah kecantikan yang bersumber pada dimensi ilahiah (hati). Bahkan, hati inilah yang akan menjadi penentu keselamatan seorang hamba ketika menghadap Allah kelak, seperti firman Allah Swt. berikut ini.
(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-syuaraa, 26:88-89)
Semua ini menunjukkan keunggulan kecantikan jiwa dan hati dibanding kecantikan lain. Mengapa demikian? Karena inilah kecantikan yang hakiki. Kecantikan jiwa dan hati akan abadi dan tidak akan lapuk dimakan usia. Kecantikan jiwa tidak hanya dapat dilihat dengan mata kepala kita melalui pancaran keikhlasan jiwa pemiliknya, tetapi juga dapat dirasakan dengan mata hati kita.
Sedangkan kecantikan akal dan pikiran akan membuat pemiliknya cerdas, kreatif, inovatif, mampu mengaplikasikan pemikiran dengan benar, bijak dalam mengambil keputusan, dan tepat dalam bertindak.
Idealnya, kita bisa memiliki ketiga kecantikan, baik kecantikan jiwa, akal, dan fisik. Namun, kalau toh tidak bisa memiliki ketiganya, setidaknya kita bisa mengusahakan untuk memiliki dua kecantikan, yaitu kecantikan jiwa dan akal. Seandainya kedua kecantikan ini pun masih sulit kita miliki, berusahalah menjadi wanita yang dipenuhi dengan kecantikan hati dan jiwa.
Namun, realita yang kita hadapi sekarang terlanjur menuntut wanita untuk cantik sepenuhnya secara fisik. Propaganda media telah menempatkan kata “cantik” pada tempat yang salah sehingga banyak yang melalaikan hakikat cantik yang sesungguhnya. Akibatnya, kaum wanita kini disibukkan dengan memoles kulit luar tanpa peduli pada hati mereka yang kian gersang.
Seperti yang terjadi dengan pasangan Faris dan Farah. Bisa jadi mereka adalah korban propaganda citra kecantikan yang banyak didengungkan oleh berbagai media bahwa cantik berarti bertubuh langsing dan seksi. Faris pun merasa malu ketika memiliki istri yang bertubuh subur, apalagi kalau harus mengajak istrinya pergi bersama ke acara-acara yang melibatkan rekan-rekan kantornya. Farah kemudian menjadi korban yang menderita baik lahir maupun batin. Secara fisik dia terus melakukan upaya diet demi mencapai standar langsing dan seksi dambaan suaminya, satu hal yang tidak mudah dan membutuhkan pengorbanan tersendiri dengan merasakan sakit akibat proses diet ini. Di sisi lain dia menderita pula secara batin dengan dipolygami oleh suaminya.
Istri memang memiliki kewajiban untuk tampil cantik hanya di hadapan suami, bukan di hadapan pria lain. Dia harus bisa mematut diri agar tampil segar dan bersih di depan suami sehingga suami merasa senang dan tidak kehilangan gairahnya terhadap istri. Meski demikian, bukan berarti seorang istri harus habis-habisan mengubah penampilan dengan menyiksa diri, apalagi kalau sampai mengubah ciptaan Allah yang jelas-jelas dilarang oleh Allah.
Di sinilah pentingnya memahami hakikat kecantikan. Kesadaran untuk memahami “hakikat kecantikan” yang sesungguhnya bukan hanya harus dimiliki oleh seorang wanita, tetapi juga harus datang dari kaum pria. Kalau wanita ingin menampilkan kecantikan hati dan jiwanya sehingga sibuk menebar kebaikan dan cinta di sekitarnya—yang mungkin kadang melalaikannya untuk mempercantik diri secara fisik—tetapi dari pihak lawan jenis tetap menuntut wanita tampil cantik secara fisik, tentu tidak akan ada titik temu.
Memenuhi dua standar kecantikan sekaligus tidak mudah, meski bukan berarti harus menafikkan salah satunya. Akan tetapi, seharusnya kaum pria pun menyadari untuk melihat wanita bukan hanya sebatas fisik, sehingga kaum wanita dapat berkembang optimal potensi dirinya tanpa dibayang-bayangi dengan tuntutan fisik yang berlebihan.
Biarkan kaum wanita merdeka atas diri dan tubuhnya, bebas menjadi dirinya bukan hanya sebatas fisik. Apalagi banyak tanggung jawab yang diemban kaum wanita selain hanya mempercantik diri secara fisik. Kaum wanita bisa meraih karier terbaik sesuai potensi dirinya, bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, bisa menjadi istri yang setia dan taat kepada suaminya, bahkan menjadi single fighter sekalipun ketika harus menjadi janda, dan masih banyak hal lain yang bisa dilakukan baik untuk diri sendiri, keluarga, dan lingkungannya. Wallahua’lam.

Tragedi Kematian Omayra Sanchez


 (Inspirasi Dunia)
Berikut ini adalah sebuah kisah tentang kematian dari seorang gadis, yang menjadi korban setelah berlangsungnya gempa dahsyat yang berlangsung pada tanggal 13 November 1985, di Armero, Columbia.


Omayra Sanchez adalah seorang gadis cilik berusia 13 tahun yang tinggal di Armero, sebuah kota kecil yang berpenduduk sekitar 31.000 orang saja, yang semula bernama San Lorenzo. Pada tahun 1930, Presiden Rafael Reyes mengganti nama San Lorenzo menjadi Armero, untuk mengenang kepahlawanan José León Armero.

Pada tanggal 13 November 1985, kota Armero yang kecil dan tenang, diguncang oleh letusan gunung berapi Nevado Del Ruiz. Saat meletus, Nevado Del Ruiz menghasilkan guncangan hebat, yang meluluh lantakkan ribuan bangunan di Armero, dan masih ditambah dengan muntahan lahar panas, yang mengalir ke kaki gunung, membakar habis wilayah yang tertimpa aliran panasnya, termasuk kota Armero yang berada di kaki gunung Nevado Del Ruiz.

Malam hari saat bencana terjadi, Omayra yang tinggal bersama keluarganya, terbangun oleh guncangan dahsyat, dan lewat siaran radio mereka mendengar bahwa lahar panas sedang mengalir menuju ke tempat mereka. Ditengah proses evakuasi menuju ke gunung terdekat, nenek Omayra terjatuh kedalam lubang saluran air. Omayra berhenti untuk menolongnya. Malang bagi gadis ini, setelah menolong neneknya, kakinya terjepit reruntuhan bangunan, sehingga tidak dapat bergerak keluar.


Tim penolong yang datang tidak dapat menariknya keluar, dan saat itu air mulai mengalir keluar dari lubang saluran air. Bebarapa puing reruntuhan makin menghimpit Omayra, keluarga dan beberapa penduduk menemaninya sambil menunggu datangnya tim penolong yang membawa peralatan yang dapat mengangkat puing reruntuhan yang menjepit Omayra.

Selama tiga hari tim penolong tidak kunjung datang, air telah bergerak hingga sebatas leher Omayra, selama itu, siang dan malam, orang-orang disekitarnya berusaha menguatkannya dengan menghiburnya, mengajaknya bernyanyi, dan membantunya mengatasi ketakutan.

Pada hari ketiga, masih terjepit reruntuhan dan dalam rendaman air setinggi leher, Omayra mulai berhalusinasi ia berkata bahwa ia terlambat untuk berangkat ke sekolah. Tidak berapa lama kemudia ia meminta orang-orang disekitarnya untuk meninggalkannya agar ia dapat berisitirahat.

Tak lama kemudian ia meninggal akibat gangrene pada lukanya, dan juga hypothermia akibat terendam air selama berhari-hari.

Televisi yang datang untuk meliput gempa, juga menyiarkan liputan mengenai keadaan Omayra, ke seluruh dunia. Gambar yang anda saksikan diambil sebelum ia meninggal, dan dipublikasikan tak lama setelah ia meninggal. Cristina Echandia seorang reporter menyebutkan, untuk seorang anak seusianya, Omayra cukup tabah menghadapi keadaannya, hingga ajal menjemputnya.

Tim penolong datang terlambat akibat adanya serangan gerilyawan M-19 (yang berlangsung pada tanggal 6 November) ke istana dan menyandera beberapa orang diantaranya. Hal ini memperkeruh keadaan, dan membuat pemerintah terlambat mengirimkan perintah untuk mengirimkan bala bantuan ke Armero karena memprioritaskan pada upaya pembebasan sandera. Sebagian rakyat menyalahkan keterlambatan pengambilan keputusan pemerintah, karena aksi pembebasan dan pengiriman tim penolong ke Armero dilakukan oleh departemen yang berbeda.

Hanya sepertiga penduduk yang selamat, sekitar 23.000 orang meninggal akibat bencana tersebut, dan kota Armero kemudian ditutup selamanya oleh pemerintah Columbia, seluruh warga yang selamat diungsikan ke kota-kota lainnya. Armero kini hanyalah tinggal kenangan, hilang bersama tragedy kematian Omayra dan ribuan orang lainnya.

Video berikut memperlihatkan rekaman saat Omayra masih hidup dan dalam keadaan terendam air hingga hampir mencapai mulutnya. Anda dapat menyaksikan ia mengucapkan salam bagi ibunya, dan meminta agar turut mendoakannya. Jutaan pemirsa diseluruh dunia menitikkan air mata menyaksikan rekaman video ini. . . Selamat tinggal Omayra, semoga kau berbahagia ditempatmu saat ini . . .

Kisah Seorang Istri dan Pengemis

Kisah Seorang Istri dan Pengemis

(renungan)

Pada suatu hari sepasang suami istri sedang makan bersama di rumahnya. Tiba- tiba pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan si pengemis itu, si istri merasa terharu dan dia bermaksud hendak memberikan sesuatu. Tetapi sebelumnya, sebagai seorang wanita patuh kepada suaminya, dia meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya, “Wahai suamiku, bolehkah aku memberi makanan  kepada pengemis itu?” Rupanya suaminya memiliki karakter yang berbeda dengan wanita itu. Dengan suara lantang dan kasar menjawab, “Tidak usah! Usir saja dia, dan tutup kembali pintunya!”  Si wanita terpaksa tidak memberikan apa-apa kepada pengemis tadi sehingga dia berlalu dan kecewa.

Pada suatu hari yang naas perdagangan lelaki ini jatuh bangkrut. Kekayaannya habis dan ia menderita banyak hutang. Selain itu, karena ketidakcocokan sifat dengan istrinya, rumah tangganya menjadi  berantakan sehingga terjadilah perceraian. Tak lama sesudah habis masa iddahnya bekas istri lelaki yang pailit itu menikah lagi dengan seorang pedagang di kota dan hidup berbahagia.

Pada suatu hari ketika wanita itu sedang makan dengan suaminya (yang baru), tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang. Setelah pintunya dibuka ternyata tamu tak diundang itu adalah seorang pengemis yang sangat mengharukan hati wanita itu. Maka wanita itu berkata kepada suaminya, “Wahai suamiku, bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis ini?” Suaminya menjawab, “Berikan  makan pengemis itu!”.

Setelah memberi makanan kepada pengemis itu istrinya masuk ke dalam rumah sambil menangis. Suaminya dengan perasaan heran bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menangis? Apakah engkau menangis karena aku menyuruhmu memberikan daging ayam kepada pengemis itu?”. Wanita itu menggeleng halus, lalu berkata dengan nada sedih, “Wahai suamiku, aku sedih dengan perjalanan taqdir yang sungguh menakjubkan hatiku. Tahukah engkau siapa pengemis yang ada di luar itu? Dia adalah suamiku yang pertama dulu”. Â Mendengar keterangan istrinya demikian, sang suami sedikit terkejut, tapi segera ia balik bertanya, “Dan engkau, tahukah engkau siapa aku yang kini menjadi suamimu ini? Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!”.



PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEYAKINAN

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEYAKINAN
 (Kisah Nyata )
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
 “Mawar”, beurusia 30an thn dilahirkan di sebuah pulau di seberang pulau jawa, di kota P. Aku lahir sebagai anak terakhir dari 4 besaudara. Kakakku yg pertama dan kedua, laki2, sedangkan yg ketiga perempuan. Kami berasal dari keluarga keturunan dan kami merupakan generasi ke 4 yg sudah menetap di negri ini. Kakek buyut kami merupakan pendatang dari negri jauh dr sebrang di awal abad 20. Keluarga kami memulai bisnis benar2 dari bawah, menurut cerita orang tua kami, dulu kakek buyut kami hanya berjualan dengan pikulan bahan2 kebutuhan pokok seperti gula, garam, beras dll keluar masuk kampong. Usahanya baru berkembang dengan pesat setelah pada tahun2 awal setelah kemerdekaan, pemerintah pada waktu itu mulai menggalakan usaha yg dilakukan oleh bangsa sendiri/pribumi. Waktu itu dikenal istilah Ali Baba. Ali untuk pangggilan pribumi, sedangkan Baba untuk warga keturunan seperti kami. Waktu itu pengusaha pribumi asli diberikan kemudahan perizinan usaha, bahkan mengimport dari negara2 lain, tapi umumnya mereka tidak punya banyak modal. Waktu itu banyak warga keturunan yg mempunyai banyak modal kemudian membeli ijin usaha yg diperoleh olah para bribumi tsb, sehingga mereka secara mudah melakukan export import dengan negri2 tetangga (singapura, Malaysia, hongkong, dll) yg pada waktu itu memang juga dikuasai olah warga dari etnis kami. Singkat cerita, bisnis keluarga kami benar2 menjadi semakin besar dan merambah ke segala bidang, mulai dari pertambangan, tambang emas, property, perkebunan, dll. Boleh dibilang kekayaan keluarga kami sudah diatas rata2 dari orang kaya di negri ini, above than ordinary rich. Harta kekayan kami yg amat melimpah itu sampai orang tua kami kadang kala risau seandainya tiba2 kami sekeluarga (tiba2) meninggal sehingga tak ada yg mengurus harta yg sedemikian banyaknya itu. Untuk itu kami sekeluarga tak pernah melakukan perjalanan dengan pesawat secara bersama2. Andai kami sekeluarga akan melakukan liburan pada saat dan tempat yg sama, maka biasanya kami dibagi menjadi 2 atau 3 penerbangan, Papa dan mama satu pesawat, dan kami sisanya juga dibagi 2 penerbangan yg lain. Sehingga apabila terjadi sesuatu musibah, maka akan tetap ada bagian keluarga kami yg masih selamat, dan tetap bisa mengurus bisnis dan kekayaan kami. Aku sengaja cerita panjang lebar latar belakang keluarga kami, sebab ini akan berhubungan sekali secara emosi dengan kisah aku selanjutnya. Papa kami lahir dan dibesarkan di pulau ini, selepas sekolah menengah atas beliau melanjutkan sekolah bisnis di negri H, sehingga begitu kembali ke negri ini, beliau manjadi businessman yg amat handal, dan mempunyai banyak teman2 bisnis di berbagai negara. Papa sebenarnya orang yg rendah hati, pendiam, bicaranya terukur dan seperlunya, jarang marah pada anak2nya. Sedangkan mama, sebenarnya berasal dari pulau lain, dia dulu pernah bekerja pada perusahaan kakek kami (orang tua dari papa), sebelum akhirnya bertemu papa dan menikah. Mama orangnya keras, pintar, lincah, banyak pergaulan, sehingga kadang kami berpikir, papa seperti takluk pada mama. Banyak kebijakan perusahaan yg berasal dari ide mama, dan memang selalu sukses. Papa dan mama, memang pasangan yg serasi, saling mengisi kekurangan. Masa kecil aku lalui dengan penuh kebahagian, dan sejak SD sampai SMA aku disekolahkan disebuah sekolah swasta terkemuka di kota kami, yg siswanya banyak berasal dari anak2 pejabat, bupati, gubernur, dll. Aku berbaur dengan siapapun tanpa memandang golongan, agama dan ras. Kadang aku diundang untuk mampir bermain kerumah mereka (anak bupati, gubernur) sepulang sekolah, sehingga aku mengenal labih dekat dengan keluarga mereka. Ini pula yg kelak bermanfaat buat perusahaan keluarga aku. Di sekolah kami, ada pelajaran agama untuk tiap2 pemeluknya. Pada saat itu tiap ada jadwal pelajaran agama tertentu, maka bagi pemeluk agama yg lain diperbolehkan keluar kelas, tapi boleh juga tetap tinggal dikelas apabila memang menghendaki. Jadi misalnya hari ini giliran pelajaran agama Islam, maka murid2 non muslim diperbolehkan meninggalkan kelas, begitupula sebaliknya apabila ada pelajaran agama lain. Tapi aku sendiri sering tetap tinggal dikelas mendengarkan apa yg diajarkan ibu guru agama Islam di kelas kami. Entah kenapa aku yg sejak lahir dididik secara non muslim, bahkan tiap minggu aku beribadah di tempat ibadah kami, merasa tertarik dengan ajaran agama Islam. Aku sendiri tak tahu datangnya dari mana. Semacam ada panggilan dari hati aku yg paling dalam, tapi saat itu aku pikir mungkin itu hanya rasa keingintahuan semata, bukan mendalami secara jauh dan mendalam. Tiap mendengar azan, entah kenapa hati aku selalu bergetar. Dirumah kami yg besar, kadang hanya aku seorang diri, orang tua kami selalu sibuk di Jakarta sehingga hanya beberapa hari dirumah dalam sebulan, kakak2 aku ada yg sudah kuliah di luar negri, sehingga rumah mempunyai 6 kamar yg besar2, yg seharusnya cukup untuk menampung 20 orang, hanya dihuni oleh aku sendiri. Pembantu, sopir, satpam, tinggal di pavilion khusus untuk mereka yg terletak terpisah dengan rumah induk. Dalam kesunyian itu hati aku merasa sejuk tiap mendengar ayat suci Al Quran yg kadang tak sengaja aku dengarkan di TV. Kembali ke pelajaran agama di kelas. Entah mengapa aku makin tertarik untuk mendalami ajaran agama Islam tiap ada pelajaran agama dikelas. Melihat ibu guru yg mengenakan kerudung, dengan wajah yg bersih, bersinar, hati aku terasa sejuk. Dengan melihat wajah ibu guru itu saja aku sudah merasa damai. Tanpa aku sadari kadang aku mencatat apa yg ibu guru itu ajarkan, bahkan aku mulai hapal diluar kepala ayat2 yg pendek2. Itu semua benar2 terjadi begitu saja, tanpa ada aku sadari dan tanpa bisa dicegah oleh diri aku sendiri. Pernah ibu guru tsb menghampiri aku yg tak sengaja, secara reflex mencatat pelajaran tetang haji yg dia tulis di papan tulis. Beliau tahu aku non muslim, dan menghampiri tempat duduk ku, jantung ku berdebar keras membayangkan kemungkinan aku diusir dari kelas. Tetapi…..ternyata beliau dengan senyumnya ramah melihat catatan yg aku tulis, sambil berkata, “Insya Allah kelak suatu saat Mawar bersama dengan ibu melaksanakan ibadah Haji ya..” Sejak saat itu hubunganku dengan Ibu guru (sebut saja ibu guru Aisyah) makin akrab, aku hampir tidak sabar menunggu datangnya hari pelajaran ibu Aisyah. Hubunganku dengan beliau bagai anak dan ibu. Tetapi saat itu aku juga tetap mengikuti pelajaran agama yg saat itu masih aku anut, walau lebih banyak melamun, bahkan tidak mencatat sama sekali apa yg diajarkan. Sebagai gadis remaja, tinggiku sekitar 160cm, tentu sedang mekar2nya dan giat2nya mancari pacar. Teman2ku banyak yg mengatakan kalau tubuhku indah, proporsional, berwajah oriental, bakalan banyak menarik perhatian laki2. Plus dengan latar belakang keluarga ku yg amat berkecukupan, makin banyak laki2 yg tergila2 padaku. Entah kenapa saat itu aku tidak tertarik dengan laki2 yg berasal dari etnis ku. Tiap hari jumat melihat siswa2 pria melakukan ibadah shalat jumat, hatiku langsung bergetar, membayangkan andai salah seorang dari mereka adalah pacarku, dengan wajah bersih bersinar dan masih basah tetesan air wudhu, berjalan ke masjid di seberang sekolah, ah…alangkan indahnya membayangkan wajah2 tersebut. Tapi saat itu aku tahu diri, aku yg berasal dari etnis keturunan, apakah ada laki2 pribumi yg mau menjadikan aku pacarnya. Aku tahu masih banyak dari mereka yg membedakan ras, dan berpacaran dengan ras kami masih dianggap memalukan, bahkan bisa jadi ejekan dan gunjingan dilingkungan keluarganya. Aku pernah berpacaran dengan anak bupati dikota ku, tapi kemudian dia memutuskan hubungan kami, dikarenakan ayahnya akan mencalonkan diri menjadi Gubernur, dan dia tidak mau ada anggota keluarganya yg bisa menghambat pencalonan tsb. Misalnya anaknya dengan berpacaran dengan ras lain (??). Walau alasan itu amat sangat mengada2 tapi aku terima dengan lapang dada. Memang aku sudah menyadari akan ada penolakan, karena aku berasal dari etnis non pribumi. Aku tahu orang tuanya tentu tak merestui anaknya berhubungan terlalu jauh dgn orang yg bukan dari ras mereka, dan berlainan agama. Walau begitu hatiku sudah bulat untuk kelak memiliki pasangan hidup seorang pribumi, dan aku bahkan bersedia memeluk Islam sebagai agama ku. Kelak keputusan hidupku ini akan menjadi perjalanan panjang dan penuh cobaan dalam hidupku. Selepas SMA aku melanjutkan study ke Ausie lalu ke negri Paman Sam, mengikuti kakak2 ku yg sudah berada disana. Tak banyak yg perlu aku ceritakan dgn masa2 studiku disana. Hampir 5 tahun kemudian aku kembali ke tanah air, dengan gelar master di tangan dan aku mengabdi ke perusahaan keluargaku untuk membesarkan bisnis mereka. Dalam waktu singkat perusahaan kami memperoleh profit yg amat meningkat, dan terus membesar, serta mulai merambah ke banyak sektor bisnis. Aku banyak memiliki akses ke para petinggi di daerahku karena semasa sekolahku dulu aku sudah mengenal beberapa keluarga mereka. Semua urusan perijinan yg menyangkut perusahaanku, bisa aku selesaikan dengan mudah. Aku masih tetap melajang di pertengahan usia 20an tahun. Banyak pria2 yg berusaha menarik perhatian ku, dari pengusaha2 muda yg sukses bahkan sampai pemilik perusahaan2 besar. Tapi hatiku tak bergetar sama sekali. Aku belum menemukan seseorang yg benar2 menjadi soulmate ku. Sekedar mencari suami amatlah mudah bagiku, ibarat hanya menjentikan jari maka puluhan pria akan mendatangi ku. Tapi aku benar2 mencari seorang soulmate, belahan jiwa sejati untuk mendampingiku. Sampai suatu ketika perusahaan kami memperoleh karyawan baru dari kantor cabang kami di pulau Jawa. Orangnya 3 tahun lebih tua dari ku, wajahnya bersih, dia berasal dari etnis pribumi Jawa. Tutur katanya lemah lembut, sopan, tubuhnya tinggi, proporsional, dan ah…ini dia..dia seorang muslim yg shaleh. Sejak kedatangan dia dikantor kami, para wanita gak habis2nya membicarakan tentang dia, dan berlomba bisa mendapatkan dia. Menurut laporan kantor kami, dia amat rajin, jujur dan berprestasi di kantor yg lama, sehingga dia dipromosikan pekerjaan yg lebih tinggi dan menantang di kantor kami ini. Kebetulan kerjaan yg akan dia kerjaan akan menjadi satu divisi dengan ku. Sehingga aku akan banyak berhubungan dengan dia. Mula2 di bulan2 pertama aku masih bersikap ‘Jaim’ jaga image, karena aku ini anak dari pemilik perusahaan ini. Tapi lama2, hatiku gak bisa berbohong,.. hatiku sedikit tapi pasti, luluh juga… aku mulai jatuh cinta. Pernah suatu ketika sehabis mengunjungi kantor gubernur aku satu mobil dengan dia. Ditengah jalan dia minta ijin padaku untuk berhenti sebentar di masjid raya di kota ku untuk shalat ashar. Dari dalam mobil, aku perhatikan gimana dia berwudhu, lalu melangkah masuk ke masjid dan melakukan ibadah….ahhh. .andai aku kelak bisa mengikuti di belakang.. Awal2nya aku memanggil dia dengan sebutan formal dikantor ‘Pak’ dan dia juga memanggilku ‘Ibu’..tapi lama2 kelamaan secara tak sengaja aku mulai memanggil dia ‘mas’, karena aku sering lihat keluarga jawa memanggil orang yg lebih tua, suami, kakak, dengan sebutan mas. Mulanya dia agak rikuh tiap aku panggil demikian, tapi lama kelamaan mulai terbiasa,. Tapi itu hanya aku lakukan apabila hanya sedang berdua dengan dia, tidak didepan orang2 kantor. Akupun mulai meminta dia memanggilku ‘Dik’, aku merasa risih tiap kali dia panggil aku ‘Ibu Mawar’. Seiring dengan waktu, sesuai pepatah jawa, “witing tresno jalaran soko kulino”, cinta akan tumbuh karena terbiasa selalu bersama2. Saudara2ku.. . Bisa dibayangkan gimana awal kisah cinta kami…didalam mobil yg disupiri sopirku, kami sama2 duduk dibelakang. Awalnya kami hanya membicarakan dan membahas berkas2 pekerjaan, kadang secara tak sengaja tangan kami saling sentuhan. Dan dia secara sopan segera menarik, dan minta maaf..Ah..sebel rasanya..padahal akulah yg menginginkannya. Tapi itu tak berlangsung lama, pada akhirnya dia takluk juga, kadang aku biarkan tangan dia memegang berkas, lalu aku pura2 membahasnya sambil tanganku menyentuh jari dan tangannya. Kadang aku genggam jarinya,..dan lama kelamaan dia memberikan response..dia juga menggenggam tanganku…ahh. . Kadang kalau mobil kami sudah mau sampai tujuan, aku pura2 minta supirku untuk kembali ketempat lain, aku pura2 ada yg tertinggal.. padahal aku hanya ingin berlama2 dengan dia (sebut saja mas Fariz) di mobil. Pernah suatu ketika aku pura2 ada yg tertinggal dan suruh sopirku membawa kami berdua ke rumah ku. Begitu mobil kami memasuki halaman rumahku yg besar, wajahnya tampak pucat pasi. Dia tampak ketakutan dan gugup. Dia bilang nanti kalau papaku (alias big boss dia) akan marah kalau melihat dia jam kerja begini malah mampir kerumah dia. Aku bilang tak perlu takut, bukankah aku, anaknya big boss, yg membawa dia kesini. Hampir setahun sudah dia bekerja bersama denganku, dan hubungan kami sudah makin erat, tapi dia belum menyatakan cintanya padaku. Mungkin dia takut aku akan menolaknya, apalagi keyakinan kami pada saat itu masih berlainan. Hingga suatu ketika dia menelponku, dan mengajak bertemu disuatu restoran di luar kota, dia memintaku datang tanpa sopir. Dia tidak mau ada orang kantor yg melihat kami berdua. Di restoran itu dia menyatakan cintanya padaku…langsung saat itu juga aku terima. Dan aku katakan pada dia, kalau aku merasa mas Fariz adalah soulmate ku. Aku akan bersedia memeluk Islam mengikuti agama yg dia anut. Aku juga katakan kalau memang aku sudah sejak lama tertarik dengan agama Islam, jadi mas Fariz semoga bisa menjadi pembimbingku. Aku bisa melihat air mata dia meleleh dari kedua matanya. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat seorang laki2 berlinangan air mata karena aku, tak terasa akupun tak kuasa menahan airmataku meleleh dipipiku. Aku yakin aku sudah mendapatkan ‘Soulmate’ ku dan akan aku pertahankan sampai kapanpun dan dengan cara apapun. Di kantor kami tetap bekerja seperti biasa, seperti tak ada hubungan suatu apapun. Tetapi diluar kantor kami benar2 sepasang kekasih yg lagi jatuh cinta, dia mulai mengajariku shalat, dan sedikit2 bacaan doa. Dia memang benar2 lelaki yg taat, dia menjaga kesopananku, tak pernah melebihi batas, walau kadang aku yg menggoda, tapi dia selalu bilang, sabar..tunggu tanggal mainnya. Tapi serapat apapun kami tutupi hubungan kami, akhirnya sedikit demi sedikit bocor juga oleh orang2 kantor kami. Sampai akhirnya terdengar di telinga papaku. Suatu hari tiba2 papaku datang ke ruanganku, padahal papaku amat sangat jarang datang ke ruang kerja ku, kalau ada keperluan biasanya aku yg dipanggil menghadap. Aku lalu diajak bicara berdua dengan beliau. Mula2 papa tidak menanyakan hubungan ku dengan Fariz, tapi sedikit demi sedikit dia mulai mengarahkan pembicaraan ke arah sana. Sampai akhirnya dia menanyakan kebenaran hubungan ku dengan Mas Fariz. Aku tak sanggup menjawab, wajahku tertunduk. Papaku terus menatapku, menunggu jawabanku. Aku tak sanggup berbohong, kalau aku bilang tidak, itu bertolak belakang dengan hati ku, sebaliknya kalau aku bilang iya, aku khawatir kerjaan Mas Fariz akan menjadi taruhannya. Akhirnya aku hanya bisa menangis…. Keesokan harinya, Mas Fariz tidak hadir lagi dikantor, menurut orang2 kantor, dia dipindahkan kembali ke pulau Jawa mulai hari ini, dan aku mulai kehilangan kontak dengan dia. Seminggu kemudian dia menelpon ku, dia cerita panjang lebar, bahwa pada hari itu, setelah papa menemui ku, ternyata papa langsung menemui dia, dan keesokan paginya dia sudah harus kembali ke kantor yg lama. Dia juga cerita kalau keadaan makin parah, karena nyaris tiap karyawan dikantornya sudah mendengar kabar hubungan dia dengan aku. Dan banyak yang menggunjingkan kalau mas Fariz, mengincar harta dan kedudukan, karena berpacaran dengan anak pemilik perusahaan. Dia sampai berulang kali menyebut nama Allah, dan bersumpah kalau dia mencintaiku bukan karena itu semua. Dua minggu kemudian, dia memutuskan mengundurkan diri dari perusaan kami, tapi kami tetap saling berhubungan melalui telp. Dia berjanji mencoba mencari pekerjaan di perusahaan lain yg punya cabang di kotaku, sehingga bisa bekerja dikotaku dan kembali menemui ku. Tuhan memang sudah berencana, akhirnya 3 bulan kemudian mas Fariz sudah mendapat pekerjaan dan di tempatkan kembali di kotaku walau dengan gaji yang jauh lebih kecil. Dia bilang sekarang sudah bebas berhubungan dengan ku, dia tidak ada ikatan apa2 dengan perusahaan ku. Tak ada yg bisa melarang. Aku amat terharu, dia korbankan karir pekerjaannya karena aku. Aku berjanji apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan dia. Sekarang kami bebas behubungan tak perduli lagi dengan omongan orang2 kantor,karena dia toh tak lagi bekerja di perusahaan kami ini. Tapi ternyata papa kembali mengetahui ini, dan kali ini malahan mama ikut turun tangan. Aku diceramahi habis2an.. Mereka sebenarnya tidak membeda2kan ras, mereka tidak keberatan aku berhubungan dgn siapapun, tapi mereka mulai curiga kalau aku mulai akan pindah keyakinan. Dan itu mereka kurang bisa menerima. Aku sudah jelaskan baik2 bahwa aku sudah cukup dewasa dan bisa mengambil keputusan buat hidupku sendiri tanpa tergantung papa dan mama. Ternyata jawabanku yg demikian itu membuat mereka tambah murka dan tersinggung. Mereka katakan bahwa tanpa mereka jalan hidupku tidak akan seperti ini. Banyak orang yg akan rela mati demi merasakan hidup seperti ku. Rumah mewah, sopir tersedia tiap saat, mobil mewah ada di garasi, uang melimpah, dihormati kemana aja pergi, dll. Mereka juga katakan, tanpa mereka aku tak akan pernah sanggup memperoleh kehidupan spt ini. Aku hanya menangis mendengar apa yg mama papa ku katakan. Tapi hatiku sudah bulat apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan Mas Fariz. Cinta pertamaku dan terakhir. Walau orang tua ku terus menentang, cintaku ke mas Fariz tak pernah surut. Akupun makin giat memperdalam agama Islam. Seringkali aku saat istirahat kantor, aku pergi ke toko buku besar di Mal. Aku baca2 buku tentang Islam. Pernah aku ajak orang kantor untuk ikut aku ke toko buku tsb. Dan dia tegur aku, karena dia pikir aku salah memilih bagian rak buku. Dia ingatkan aku kalau aku di bagian rak buku2 Islam. Aku bilang memang benar, aku mau membaca buku2 tentang Islam. Makin hari hubunganku dengan papa mama makin renggang. Padahal aku sudah bicara sebaik mungkin dengan mereka. Kakak2ku semuanya juga sudah terprovokasi. Mereka mulai menjauhiku. Kedua kakak laki2 ku sudah menikah dan menetap di Jakarta menjalankan perusaahan kami disana, sehingga papa dan mama sekarang lebih banyak menetap dikota kami. Dirumah, perlakuan mereka makin hari makin berubah terhadap ku. Aku makin dianggap bukan lagi bagian keluarga mereka. Tiap makan malam, mereka tak lagi mengajakku makan bersama2 di meja makan. Pembantu dirumah baru disuruh memanggilku untuk makan apabila papa mama dan kakak perempuanku sudah selasai makan, dan makanan yg ada dimeja makan, sisa mereka, yg aku makan. Pembantu tidak diperbolehkan menambah makanan. Bayangkan, aku memakan seadanya sisa dari mereka. Andai mereka makan ayam, maka aku hanya tinggal kebagian ceker dan kepalanya saja. Bisa dibayangkan bagaimana sakit hatiku rasanya. Tapi aku tetap bersabar, dan mas Fariz selalu mengingatkan aku untuk tetap berbakti pada orang tua. Padahal kalau aku mau, bisa saja aku pergi ke restoran yg paling mahal di kota ku ini. Kakak perempuanku..
memang sebenarnya kasihan kepadaku, sehingga kadang dia menyimpan sebagaian makanan yg baru dimasak didapur. Sehingga pada saat mama papa selesai makan, dia diam2 menghidangkan untukku. Suatu ketika secara tak terduga, papa mama ku kembali ke meja makan, dan mereka memergoki kakak ku yg membawa makanan yg dia simpan di dapur untukku. Langsung mamaku merebut piring yg dibawa kakakku, dan melemparkannya ke lantai..Sambil menyindir, bahwa kakakku tak perlu kasihan pada ku, karena aku sanggup hidup tanpa diberi makan dari mama papa dan bisa hidup mandiri tanpa mereka. Ohh….Mereka rupanya sudah amat membenciku.. .Hancur berkeping2 hatiku pada saat itu. Aku hanya bisa menangis, tapi aku tak menyesal, dan aku akan terus bertahan dengan pilihan hidupku. Mas Fariz, menyarankan aku untuk bicara baik2 dengan mama dan papa, mudah2an mereka akan luluh dan mengerti. Suatu malam, aku berkesempatan mendatangi dan berbicara dengan mereka, dan aku secara baik2 dan sopan, tak lupa meminta maaf apabila aku salah pada mereka. Aku jelaskan baik2 pada mereka apa yg hatiku rasakan, aku tumpahkan semuanya. Tetapi justru itu membuat mereka tambah murka, mereka juga malah menuduhku telah diguna2, dan menyarankanku supaya sadar. Oh Ya Allah…Aku sehat wal afiat, Insya Allah saat itu tak ada satupun guna2 pada diriku. Semua keinginanku adalah murni dari hatiku, panggilan jiwaku, yg tak bisa lagi aku cegah. Aku jelaskan pada mama dan papa, bahwa aku sudah cukup umur, dan bukan lagi gadis remaja lagi, sehingga apapun keputusanku, aku bisa pertanggungjawabkan . Aku bisa mandiri andai keputusan hidupku itu memang menghendaki demikian. Papa dan mamaku tetap pada pendirian mereka, bahkan mereka menantangku, kalau sanggup hidup mandiri, sekarang juga serahkan seluruh harta ku yg aku punya selama ini, yg aku dapat selama hidup dengan mereka. Karena tekatku sudah bulat. Malam itu pula seluruh kartu credit, ATM, buku2 bank, aku serahkan pada mereka. Uang yg aku punya benar2 hanya tinggal yang ada di dompetku. Aku sepertinya tinggal menunggu waktu saja untuk meninggalkan rumah ini. Keesokan paginya, karena ada suatu keperluan aku ingin membuka lemari besi tempat penyimpanan surat2 berharga di rumah kami. Tetapi berulang kali aku mencoba, aku tak bisa membukanya. Ternyata nomor kombinasinya sudah diubah oleh mama papaku. Padahal didalamnya ada barang2 penting pribadiku, seperti Ijasah, perhiasan, dll. Aku mencoba menelpon papaku, menanyakan hal ini, dan lagi2 aku mandapatkan jawaban yg menyedihkan hatiku. Papaku menyindirku, kalau sanggup hidup mandiri,kenapa masih mau membuka lemari besi milik keluarga, pasti ada barang2 yg mau dijual didalamnya. Aku benar2 sudah dikucilkan, dan mereka benar2 mencoba menyiksaku dengan cara demikian, sehingga mereka pikir aku akan menyerah, dan akhirnya mengikuti apa yg mereka mau. Aku adukan semua itu ke mas Fariz, dan aku katakan kalau aku akan meninggalkan rumah orang tua ku. Dia tak bisa berkata apa2. Hanya ingatkan aku jangan sampai memutus silaturahmi dengan orang tua. Saudara2 ku.. Beberapa hari setelah kejadian itu, aku benar2 meninggalkan rumah. Aku akan tinggal kost didekat kantorku. Aku berpamitan baik2 pada mama dan papa ku. Tapi mereka menolehpun tidak. Aku masih punya cukup uang di dompet. Aku bersumpah tak akan meminta uang lagi sepeserpun dari mereka. Aku bertekad membuktikan kata2 ku untuk hidup mandiri tanpa harta siapapun demi mempertahankan keyakinan ku. Selama aku bekerja diperusahaan papaku, memang secara formal aku di gaji sesuai dengan posisi kerjaku di perusahaan.Tapi disamping itu tiap bulan, tentu diluar formal perusahaan, aku mendapat uang saku dari papa ku yg lumayan banyak, hampir 20x lipat dari gaji resmiku. Sehingga penghasilan total sebulan bisa cukup untuk hidup mewah setahun. Bahkan seluruh uang simpananku di bank, sudah mencapai 10 digit. Tentu bukan jumlah sedikit. Bahkan mungkin cukup untuk biaya hidup seumur hidupku tanpa bekerja. Aku berharap perusahaan papaku masih memberikan gajiku, dan itu aku anggap memang uang hasil kerjaku, bukan pemberian. Tapi diakhir bulan aku tak memperoleh sepeserpun. Aku sudah meminta agar bisa diberikan cash. Ketika aku tanyakan ke bagian pembayaran gaji, ternyata mereka sudah diperintahkan papaku untuk menahan gajiku. Ya Allah, mereka benar2 melakukan cara apapun agar aku benar2 menderita dan pada akhirnya menyerah. Saat itu juga aku langsung mengundurkan diri dari perusahaan papaku itu. Aku tinggalkan perusahaan itu selama2nya. Ketika aku adukan hal ini pada mas Fariz dia amat sangat sedih dan meminta maaf padaku, karena gara2 dia hidupku jadi menderita. Dia rela andai aku tidak kuat dan merubah keputusan. Aku peluk dia, dan aku pastikan keputusanku tak akan berubah, dan aku makin ingin bisa hidup bersama dia. Saat itu hanya dialah sandaran hidupku. Dengan berlinangan air mata, dia sekali lagi menanyakan padaku, apakah aku menyesal dengan keputusanku, dan apakan aku rela bila menjadi muslimah dan menjadi istrinya. Saat itu juga aku cium tangannya, dan aku katakan, aku korbankan seluruh kehidupanku hanya untuk bisa hidup bersamanya, dan aku tak akan mudur ataupun menyesalinya, apapun yg terjadi aku akan hadapi iklas lahir dan batin. Singkat cerita, dengan diantar mas Fariz aku mengucapkan 2 kalimah syahadat di sebuah masjid dikota kami, disaksikan imam dan beberapa jemaah masjid tsb. Akhirnya penantian panjangku tercapai sudah, walau harus mengorbankan kehidupanku. Tapi aku tak pernah menyesali. Mas Fariz lalu mengajakku segera menikah di kota kelahirannya, karena kebetulan perusahaan tempat dia bekerja akan memindahkan dia ke pulau Jawa. Sebelum menikah, kami berdua mendatangi rumah papa dan mama, kami akan mohon restu baik2 pada mereka. Tetapi bapak satpam yg berjaga dipintu gerbang mengatakan kalau dia diperintahkan untuk tidak membuka pintu apabila kami berdua datang. Sebenarnya bapak satpam tersebut bersedia membuka pintu karena dia masih mengenalku. Tapi aku melarangnya, karena khawatir akan mencelakakan pekerjaan dia. Biarlah cukup aku saja yg menderita, aku tak ingin orang lain ikut terkena akibatnya. Aku tinggalkan secarik surat, yg isinya memohon doa restu dari mama papa, bahwa aku akan menikah dengan mas Fariz, juga aku katakan kalau aku sudah jadi muslimah. Aku bisa lihat mata bapak satpam itu berkaca2 sewaktu aku katakan aku sudah jadi mualaf. Awalnya keluarga mas Fariz menanyakan ketidakhadiran keluargaku di pernikahan kami. Tapi setelelah mas Fariz ceritakan panjang lebar, akhirnya keluarga mau memahami. Kami menikah secara sederhana di kota tempat keluarga mas Fariz bermukim. Keluarganya amat sangat menerimaku dengan hangat, mereka sama sekali tidak mempermasalahkan ras keturunanku. Malah ibu mertuaku amat sayang padaku. Setelah menikah, aku dan mas Fariz menetap di pulau Jawa. Aku amat sangat bahagia, bisa menjadi pendamping hidup dia. Aku merasakan dia bukan sekedar suami, tapi memang benar2 soulmate hidupku, yg aku cari2 sepanjang hidupku. Aku hidup dirumah yg sederhana dan hari2ku aku lalui dengan penuh kebahagiaan, dan aku tak mengeluh sedikitpun dengan yg mas Fariz berikan untukku. Aku tak lagi bekerja, karena aku benar2 ingin mengabdi pada suamiku, dan disamping itu semua ijasahku masih tersimpan di lemari besi di rumah mama papa, aku tak bisa melamar pekerjaan dimanapun. Aku juga tak mau meminta surat keterangan bekerja di perusahaan papaku. Aku ingin buktikan bisa hidup mandiri dengan suamiku. Mas Fariz amat sangat menyayangiku, tiap pagi sebelum berangkat ke kantor dia memeluku. Tiap hari aku bawakan dia ‘lunch box’ untuk makan siang karena aku tak mau makanan yg masuk ke perutnya berasal dari masakan orang lain. Aku benar2 posesif, ingin memiliki dan melayani dia secara total. Setiap hari aku bangun sebelum dia bangun, dan aku baru tidur setelah dia benar2 tidur, untuk memastikan dia sudah benar2 tak perlu aku layani lagi. Aku siapkan celana, baju, kaus kaki dia tiap pagi sebelum berangkat kerja. Sehingga dia tak perlu lagi memikirkan pakaian apa yg harus dia pakai tiap pagi. Bahkan aku potongkan kukunya bila sudah panjang Pokoknya dia benar2 aku jadikan pangeran bagi diriku. Tiap malam sebelum tidur, kami selalu mengobrol dan saling mengajarkan bahasa. Dia mengajariku bahasa jawa, sadangkan aku mengajari dia bahasa mandarin. Dia amat cepat belajar mandarin, dalam waktu singkat dia sudah menguasai beberapa kata2 yg umum diucapkan, kadang dia mengajak ku bicara mandarin dirumah. Memang perusahaan tempat dia bekerja milik keluarga dari etnis keturuan seperti aku, dan banyak behubungan dengan warga keturunan, sehingga bila mampu berbahasa mereka akan merupakan keuntungan tambahan. Suatu ketika dia pulang membawa sepeda motor, dia katakan kalau kantornya memberinya pinjaman cicilan motor. Memang hanya sepeda motor, tapi aku sangat bahagia sekali dengan yg dia dapatkan. Berulangkali dia minta maaf tidak bisa belikan aku mobil mewah seperti yg aku pernah aku miliki dulu. Aku katakan pd dia motor yg sekarang kita miliki bagiku jauh lebih mewah dari mobil yg dulu aku miliki. Karena motor ini bukan sekedar dibeli dengan uang, tapi juga cinta, yg tak akan ternilai berapapun banyaknya uang. Kehidupan perkawian kami amat indah, kalau dirumah nyaris kami tak bisa berjauan. Karena tiap hari bagi kami adalah bulan madu, maka hanya setahun kemudian lahirlah anak pertama (dan satu2nya) kami. Bayi laki2 itu kami namai, sebut saja ‘Faisal’. Mas Fariz yg membacakan Azan dan qomat, ketika bayi kami lahir. Aku merasa lengkap sudah kebahagiaanku. Tiap hari aku tambah bahagia bisa merasakan ada 2 orang “Fariz” didalam rumahku. Saat mas Fariz ke kantor, aku di temani Fariz kecil, bayiku. Oh alangkah bahagianya. Aku mencintai 2 orang yg sama darah dagingnya. Tiga tahun sudah anak kami hadir bersama kami. Mas Fariz terus bercita2 ingin mendatangi orangtua ku, oma opa si Faisal. Dia benar2 ingin memperkenalkan cucu mereka dan menyatukan aku dengan papa mama ku lagi. Dia berharap dengan kehadiran Faisal, akan meluluhkan hati orang tuaku. Tapi tiap kali aku menelpon papa mama ku masih bersikap seperti dulu, bahkan waktu aku katakan bahwa mereka sudah mempunyai cucu dari ku, mereka hanya menjawab, kalau mereka tidak merasa mempunyai keturunan dari ku..Ohh malangnya anakku. Aku amat sedih, teganya papa dan mama ku berkata spt itu. Aku masih memaklumi apabila mereka membenciku, tapi jangan pada anakku, cucu mereka, darah daging mereka sendiri. Mas Fariz hanya menyuruhku bersabar, dia percaya kelak papa dan mama akan menerima mereka. Tapi sebelum harapan mas Fariz terpenuhi, musibah mulai datang…. Suatu ketika, mas Fariz pulang kerumah lebih awal, dia cuma merasa gak enak badan seperti orang masuk angin. Aku menyuruhnya segera istirahat dan tidur, dan memberi obat penghilang sakit. Malam harinya, tubuhnya mulai panas dan menggigil. Keesokan paginya aku mengantar dia ke dokter, waktu itu dokter hanya katakan kalau mas Fariz hanya demam biasa sehingga hanya diberi obat penurun panas, dan disuruh istirahat. Tapi malamnya tubuhnya tetap panas, dan menggigil, bahkan sampai mengigau. Aku sudah ajak mas Fariz untuk ke rumah sakit keesokan harinya. Tapi dia menolak, karena dia bilang hanya demam biasa, dan tak apa apa, beberapa hari pasti sembuh. Sampai hari ke empat kondisinya makin parah, akhirnya disampai tak sadarkan diri, bahkan dari hidungnya kaluar darah. Dengan pertolongan para tetangga, suamiku segera dibawa ke RS. Hasil pemeriksaan daranhnya menunjukan trombositnya hanya tinggal 26ribu. Padahal orang normal harus diatas 150rb. Suamiku terkena demam berdarah, Dokter menyalahkan aku kenapa tidak segera dibawa ke RS lebih awal, karena serangan terberat demam berdarah adalah pada hari 5. Kalau kondisi tubuh tidak kuat, bisa amat berbahaya. Besoknya, hari ke 5, memang benar2 makin parah kondisi suamiku, napasnya makin berat, trombositnya belum beranjak naik, tubuhnya udah benar2 digerogoti penyakit itu, malam itu setengah mengigau, dia memanggil namaku, lalu aku genggam tangannya dan aku dekati telingaku ke mulutnya, aku bisa dengarkan dia mencoba mengucapkan sesuatu, dan air matanya meleleh. Dia coba ucapkan kata2 “Maafkan aku” lalu aku tenangkan dia, kalau tak ada yg perlu dimaafkan. Aku iklas lahir bathin mendampingi dia. Setelah mendengar kata2ku, dia tampak tenang, lalu dengan satu tarikan napas dia coba mengucapkan “Lailahailallah” lalu dia pergi selama2nya meninggalkan aku. Dia pergi di pelukan ku. Aku ingat suatu ketika dia pernah berucap, andai Tuhan mengijinkan, dia ingin meninggal terlebih dahulu dari aku, dan dalam pelukanku, sebab ia ingin aku menjadi orang terakhir dalam hidupnya yg dia lihat. Aku sempat memarahi dia, jangan bilang seperti itu. Tapi dia bilang serius, kalau dia gak akan sanggup kalau aku yg meninggalkan dia terlebih dahulu. Ternyata Tuhan benar2 mengabulkan permohonan dia. Orang yg aku jadikan sandaran satu2nya dalam hidup ini telah pergi selama2nya. Tak terkirakan amat sedih dan hancurnya hatiku. Andai aku tak ingat dengan si kecil Faisal, mungkin aku sudah ingin segera mengusul mas Fariz dialam sana. Mas Fariz benar2 orang yg jujur dan baik, waktu penguburan seluruh rekan2 kerja, bahkan big boss tempat bekerja hadir. Waktu aku tanyakan apakah ada hutang piutang mas Fariz yg harus aku selesaikan. Mereka katakan tidak ada sama sekali, bahkan kantornya memberikan santunan 4x gaji, ditambah uang duka dari rekan2nya. Aku juga ditawarkan bekerja di perusahaan tsb. Tapi untuk saat itu aku benar2 gak sanggup melakukan apapun. Aku merasa setengah dari nyawaku sudah hilang. Selama 3 bulan aku berduka, aku tak sanggup pergi dan melakukan apapun. Bahkan tiap tidur, aku masih membayangkan mas Fariz disampingku. Akhirnya untuk semantara waktu aku tinggal dengan ibu mertuaku, supaya Faisal ada yg mengasuh. Rumah dan motor aku jual, karena aku tak sanggup membayangkan kenangan bersama mas Fariz tiap aku melihatnya. Hampir setengah tahun tinggal dengan mertuaku, sampai akhirnya aku putuskan kembali ke kota asalku. Sebenarnya ibu mertuaku amat baik dan sayang padaku. Tapi aku tahu diri gak mungkin selamanya bergantung pada siapapun. Aku harus bisa mandiri, membesarkan anakku, satu2nya hartaku yg tersisa. Aku pulang ke kota asalku dengan sisa uang yg aku punya. Lalu aku mengontrak rumah, dan membuka toko kecil2an di depannya. Tetapi mungkin karena aku masih terus berduka dan terbayang suamiku, sehingga aku kadang kurang memikirkan usahaku ini, sampai akhirnya usahaku ini bangkrut. Tokokupun aku tutup, uangku habis untuk membayar tagihan2 para supplier barang, semantara penjualanku tak seberapa menguntungkan. Aku sebenarnya tidak pernah putus asa, apapun aku jalani asal halal. Pernah aku coba jadi pelayan restoran, tapi hanya beberapa bulan, karena anakku tak ada yg jaga. Sampai akhirnya aku benar2 kehabisan uang, tak sanggup lagi membayar kontrakan. Dengan membawa koper isi pakaian, aku menggendong anakku, berjalan tanpa tujuan. Aku benar2 bingung akan kemana. Pernah terlintas di benakku untuk kembali ke keluargaku. Tapi justru dengan kondisi seperti ini mereka pasti akan merasa menang. Mereka akan tertawa terbahak2 dan terus bisa mengejek ku seumur hidupku, bahwa aku gagal dalam memilih jalan hidup. Akhirnya ditengah rasa putus asa, aku teringat masjid tempat dulu aku pertama kali mengucapkan kalimat sahadat. Masjid itu memang bukan masjid raya dikota kami, tapi karena masjid yg tua dan bersejarah, maka banyak jemaah yg datang. Aku berpikir, dulu aku memulai jalan hidupku dari masjid itu, sehingga kalaupun jalan hidupku berakhir aku ingin di masjid itu pula. Aku datangi masjid tsb. Dan aku shalat mohon petunjuk. Anakku karena kelelahan tertidur di sampingku. Aku tak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya aku hanya bisa menangis. Rupanya tangisku didengar oleh seorang bapak, dan beliau rupanya imam masjid tersebut, dan dia yg dulu membimbingku membaca syahadat. Aku tak lupa dengan wajahnya, tetapi dia pasti sudah tak ingat dengan wajahku, karena wajahku tak sesegar dulu lagi. Sewaktu aku perkenalkan diriku dan aku katakan bahwa aku dulu mualaf yg beliau bimbing, dia langsung ingat tapi juga kaget dengan kondisiku yg seperti ini. Akhirnya aku ceritakan semuanya pada beliau, sebab aku merasa tak ada lagi orang di dunia ini yg aku jadikan sandaran hidupku. Setelah selesai mendengar ceritaku, dia menyuruh aku agar jangan pergi kemana2, dan tetap tinggal di masjid, beliau juga menyuruh salah seorang jemaah untuk membelikan makanan untuk aku dan anakku. Sebentar kemudian dia pergi meninggalkan ku, sambil berpesan akan segera kembali menemuiku (rupanya dia pergi mencari tempat untuk aku bisa tinggali). Tak lama beliau kembali menemui ku, sambil tersenyum dia katakan, mulai malam ini aku sudah memperoleh tempat tinggal. Aku diajak ke belakang masjid, disitu ada sebuah bagunan tambahan yg terdiri dari beberapa ruangan. Biasanya ruangan itu untuk gudang menyimpan peralatan masjid, seperti tikar, kursi2, dll. Salah satu ruangnya tampak sudah kosong, dan dia menunjuk bahwa itu lah rumah ku. Aku boleh menempatinya selama mungkin aku mau. Ruang disebelahnya ditempati olah pak tua penjaga masjid, sehingga aku ada yg menemani. Ruangan tsb hanya berukuran kurang lebih 2x2m. Pak Imam masjid itu juga menambahkan, kalau nanti aku diberikan honor sekedarnya, kalau mau membantu2 membersikan masjid, sehingga cukup untuk makan. Bahkan beliau menambahkan kalau aku bisa datang kerumahnya sekedar2 membantu2 istrinya memasak, kerena memang rumah beliau hanya beberapa ratus meter dari masjid. Alhamdulilah, aku amat bersyukur ternyata Allah mendengar doaku. Aku ingat, bahwa Allah tak akan menguji hambanya dengan melebihi beban yg sanggup dia pikul. Aku sudah bersyukur bisa memperoleh tempat berteduh, walau hanya kamarnya kecil (jauh lebih kecil dibanding kamar mandiku, saat dirumah orang tuaku). Ada lagi yg membuatku merasa tenang, karena ku tinggal berdekatan dengan rumah Allah, tiap aku merasa sedih, aku tinggal masuk kedalam masjid, dan mengadukan langsung pada Allah. Karena tinggal dekat dgn masjid, otomatis shalatku tak terlewatkan sekalipun. Alhamdulilah hidupku sedikit2 demi sedikit mulai tenang. Aku sering membantu istri pak Iman memasak dirumahnya, dan sebagai imbalannya, beliau selalu membekali makanan untuk aku bawa pulang. Sehingga aku tak perlu risau memikirkan makanan sehari2. Kalau pak Imam sekeluarga ada keperluan keluar kota, akulah yang dititipi untuk menjaga rumahnya, dan aku bisa tinggal dirumahnya. Sebenarnya mereka sudah menawarkan aku untuk tinggal bersama mereka. Tapi aku tahu diri tak mau terus menerus merepotkan orang lain. Pekerjaanku rutinku tiap hari adalah, membersihkan halaman masjid, membersihkan kaca2 jendela, Sedangkan pak tua mengepel lantai masjid. Tiap minggu aku mendapakan honor sekedarnya dari hasil kotak amal di masjid, tapi kadang aku tak mendapatkan sepeserpun, karena kadang sudah habis untuk keperluan masjid, tapi aku lakukan itu dengan senang hati dan iklas. Sementara ini aku benar2 ingin mengabdi pada Masjid ini, sebagai tanda terimakasih ku. Aku tak mau bersusah payah kesana kemari mencari pekerjaan, Aku percaya kelak masjid ini pula yang akan memberiku jalan memperoleh pekerjaan. Kadang malam hari aku duduk2 diteras masjid, mengobrol dengan pak tua. Dia bercerita kalau anak2nya masih ada di kampung, tapi dia juga tak mau merepotkan anak2nya. Selama masih kuat, dia tak mau merepotkan orang lain. Lalu saat giliran aku cerita, kadang aku bingung harus cerita apa..??? Apa aku ceritakan kalau dulu aku pernah naik kapal pesiar keliling eropa, atau aku pernah menginap di hotel mewah di las vegas, atau aku punya apartment mewah di Australia..Ahh pasti dia akan tertawa dan menganggap aku berhayal, sebab jangankan tinggal dihotel, sekarang ini uang yg aku punya tak lebih banyak dari 20ribu.. Dulu tiap minggu aku bisa membeli peralatan make up, eye shadow,lipstick,dll jutaan rupiah. Sekarang ini make up ku hanyalah air wudhu ku tiap aku shalat. Tetapi justru banyak yang mengatakan kalau wajahku tetap bersih, cantik, alami. Kadang orang berpikir aku masih memakai make up. Yah..mungkin Allah yang memakaikan make up untuk ku. Kecantikan dating dari dalam. Inner Beauty. Banyak yg bilang, dengan mata sipit ku dibalik kerudung, aku terlihat cantik. ak terasa aku sudah hampir 2 tahun menetap di masjid itu, anakku sudah sekolah di SD dekat masjid milik suatu yayasan dan tanpa membayar sepeserpun. Aku hanya membelikan seragam dan alat2 sekolah. Bahagianya hatiku melihat anakku sudah masuk sekolah..oh, seandainya mas Fariz masih ada dan melihat anak kita dihari pertama pergi ke sekolah.. Anakku rupanya tumbuh besar dalam keprihatinan, sehingga dia sangat tahu diri, dia tak pernah sekalipun merengek2 minta dibelikan ini itu seperti layaknya anak2 lain. Pernah hatiku amat terenyuh. Ketika dia pulang sekolah dengan kaki telanjang, sambil menenteng2 sepatunya. Sambil tertawa, tanpa mengeluh, dia malah menunjukan sepatunya kepadaku “Ma, sepatu Faisal udah minta makan”. Maksudnya sepatunya udah robek depannya, seperti mulut minta makan. Melihat dia tertawa, akupun ikutan tertawa, walau hatiku rasanya ingin menangis. Andai dia tahu, dulu mamanya selalu memakai sepatu berharga jutaan rupiah, sekarang ini membelikan sepatu anaku yg murahpun aku belum sanggup. Alhasil selama 2 hari anakku kesekolah memakai sepatu yg robek itu, sampai akhirnya aku belikan sepatu bekas. yg lebih layak dipakai. Aku bersyukur mempunyai anak yg amat tahu diri. Tak mau membebani ibunya. Memang anak yg shaleh akan menjadi bekal yg amat bernilai buat orang tua. Pak Imam masjid kadang menengok kami, dan menanyakan keadaan kami. Dia sering cerita, gimana istri nabi Muhammad dulu hidupnya jauh lebih menderita, tetapi tetap tabah menghadapi cobaan dan tak goyah keimanannya. Beliau kadang bilang, kalau aku pasti akan jadi ahli surga. Berulangkali dia bilang, kalau orang lain gak akan mungkin sanggup menghadapi cobaan ini, tapi aku tetap bertahan memegang keyakinan, meninggalkan kenikmatan dunia yg justru pernah aku peroleh. Suatu siang, aku melihat ada mobil datang ke halaman masjid, dari dalam mobil itu keluar 2 orang yg aku masih kenal. Yang satu perempuan bernama tante Grace, yg satunya lagi laki2 oom Albert. Mereka berdua merupakan lawyer untuk perusahaan dan keluarga kami. Entah gimana mereka bisa mengetahui aku ada disini. Mereka membawa sebundel amplop, dan mengajak aku berbicara. Aku bisa lihat mata tante Grace yg memerah menahan air mata sewaktu dia melihat tempat aku tinggal. Bahkan oom Albert suaranya bergetar seperti lehernya tersekat menahan sedih. Mereka katakan diutus oleh orang tua kami. Karena orang tua kami sudah tahu gimana keadaan ku sekarang. Mereka katakan didalam amplop yg mereka pegang isinya surat2 bank, ATM, Ijasahku, yg bisa aku miliki lagi. Bahkan aku dijemput untuk pulang ke rumah mama papa ku. Sejenak aku berbahagia, aku pikir orang tuaku sudah terbuka hatinya, aku bisa pergunakan uang yg cukup banyak itu untuk hidup yg lebih baik dgn anakku. Tetapi dengan suara terpatah2 om Albert melanjutkan, bahwa mama dan papa memberi syarat. Ketika aku tanyakan apa syaratnya. Mereka berdua nyaris tak sanggup melanjutkan pembicaraan. Tante Grace makin menunduk menahan tangis. Akhirnya om Albert mengatakan kalau syaratnya aku dan anakku harus kembali ke keyakinan yg dulu aku anut. Saat itu juga aku langsung menjawab, kalau aku tak akan mau menerima amplop itu, dan aku katakan agar kembalikan ke orang tuaku. Mereka amat sangat minta maaf padaku, karena mereka tahu aku tersinggung. Tapi aku juga sadar mereka hanya menjalankan tugas. Bahkan tante Grace menambahkan, andai mengikuti hati nurani pasti mereka udah serahkan itu amplop pada ku tanpa syarat apapun, tapi mereka terikat profesi mereka. Akhirnya mereka pamit meninggalkan ku. Tapi beberapa saat kemudian mereka balik kembali menemui ku, aku pikir mereka akan membujukku. Tapi rupanya mereka berinisiatif memfoto copy ijasah2 ku dan menyerahkan copynya ke aku. Mereka lakukan atas inisiatif mereka sendiri, walau dengar resiko kehilangan pekerjaan. Mereka katakan hanya itu yg bisa mereka Bantu untukku. Oh terima kasih Tuhan… Sedikit2 Tuhan memberikan jalan untuk ku. Akhirnya aku punya bukti kalau dulu aku pernah sekolah tinggi sampai di luar negri. Rupanya Tuhan sudah cukup mengujiku, dan sepertinya aku mulai diberikan rewards atas ketabahanku selama ini. Tuhan mulai memberikan jalan yg terang untuk ku. Suatu pagi di halaman masjid tampak 2 orang perempuan yg sedang mengamati bangunan masjid. Satunya seorang bule entah dari negri mana, sedangkan satunya lagi perempuan lokal. Kebetulan pak tua sedang di halaman, sehingga mereka menghampirinya, masjid tsb memang unik, karena merupakan bangunan tua, dengan arsitektur melayu kuno, sehingga kadang sering dikunjungi orang, dan biasanya pak tua lah yg menjadi juru bicara, karena memang dia yg tahu sejarah masjid tsb. Akupun banyak mendapat carita dari pak tua tentang masjid tsb sehingga aku tahu banyak pula tentang sejarah masjid tsb. Aku hanya perhatikan dari jauh, dua orang pengunjung itu ngobrol dengan pak tua, sampai akhirnya aku lihat si bule agak kebingungan. Didorong rasa ingin tahu, aku hampiri mereka. Dengan sopan aku perkenalkan diri, dan menawarkan diri untuk membantu. Ternyata si bule itu adalah mahasiswi arsitektur dari Australia yg sedang melakukan study, sedangkan pendampingnya adalah mahasiswi arsitektur dari univ. T di kotaku yg bertugas sebagai penterjemah, panggil saja ‘Retno’. Rupanya si mahasiswi lokal tsb kurang lancar bahasa Inggrisnya sehingga membuat si bule kadang kebingungan mendengar terjemahan cerita dari pak tua. Dengan sopan pula aku ajukan diri untuk membantu sibule itu. Dengan bahasa inggrisku yg sangat lancar aku ceritakan dari awal sampai akhir semua tentang masjid tsb. Aku ajak pula berkeliling ke tiap sudut masjid. Si bule tambah takjub ketika aku katakan pernah study di negrinya. Retno terus mandangiku setengah tidak percaya tentang diriku. Setelah puas mendapatkan informasi, sebelum pulang Retno berjanji akan menemui ku kembali segera, ada yg ingin dia tanyakan lebih banyak ttg diriku katanya. Aku dengan senang hati akan menerima kedatangannya kapan saja. Beberapa hari kemudian Retno memang benar2 kembali datang menemuiku, kali ini dia sama sekali tidak membicarakan perihal arsitektur masjid. Tapi tentang diriku. Dia amat ingin tahu tentang diriku, akhirnya aku ceritakan dari awal sampai saat ini perjalanan hidupku ini. Dia amat bersimpati dan berkeinginan menolong ku. Walau aku tidak mengharapkan pertolong orang lain, tapi aku hargai niatnya membantuku. Dia bilang dengan pendidikanku dan kemahiranku berbahasa asing, pasti aku akan dapatkan pekerjaan, apalagi aku sekarang sudah mempunyai bukti fotocopy ijasah ku. Kira2 seminggu kemudian dia kembali datang kepadaku, dan menyuruhku membuat surat lamaran, bahkan dia sendiri yg membawa kertasnya dan amplopnya. Dia katakan di rektorat univ memerlukan beberapa tenaga honorer. Aku terharu ada orang lain yg peduli mau membatuku tanpa pamrih, aku ucapkan banyak terimakasih padanya. Bagiku dia seperti diutus Tuhan untuk menolongku. Tak lama kemudian aku mendapat kabar gambira, aku dipanggil menghadap ke rektorat universitasnya untuk test dan wawancara. Sebelum berangkat aku shalat memohon kapada Allah agar diberikan kelancaran. Anakku aku titipkan pak tua, yg memang sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri Alhamdulilah semua test aku lalui dengan lancar, bahkan sewaktu wawancara bahasa Inggris, justru akulah yg lebih menguasai ketimbang yg mewawancaraiku. Dia sampai menyerah, dan mengatakan bhs inggrisku udah perfect melebihi kemampuan dia. Tak sampai seminggu kemudian, Retno mendatangiku lagi, kali ini dia tampak gembira sekali, dia katakan dalam beberapa hari aku akan mendapat surat dari rektorat, yg isinya penerimaan aku sebagai karyawan. Dia bisa lebih dulu tahu karena ada temannya yg bekerja disana. Langsung aku menuju masjid dan bersujud sukur lama sekali. Aku merasa telah lulus segala test yg diujikan Allah terhadapku. Memang kadangkala aku sering bertanya pada Allah, apakah karena aku mualaf sehingga Allah kurang percaya dengan keimananku, sehingga perlu mengujinya dengan ujian yg amat berat. Walau sebagai karyawan honorer tapi aku sudah bersukur, yg penting aku sudah memperoleh penghasilan yg layak. Kerjaanku membantu bagian keuangan di rektorat, memang sesuai dengan ilmuku, tetapi mulai banyak orang yg tahu kalau aku lulusan dari luar negri. Setiap ada seminar dan memerlukan makalah dalam bahasa Inggris pasti aku yg diberikan tugas tambahan untuk menyusunnya. Akupun banyak membantu menterjemahkan litelatur2 asing untuk dipergunakan para mahasiswa. Nyaris sejak 3 tahun terakhir, aku tidak pernah membeli baju baru. Dengan gajiku sekarang aku sudah bisa membeli lagi. Aku amat sangat senang bukan main, bisa membelikan pakaian yang bagus2 untuk anakku. Bahagia rasanya melihat anakku bisa aku berikan pakain yg layak. Pakaian sekolahnya yg sudah menguning, sekarang sudah aku belikan yg baru putih bersih, dan juga sepatu baru. Sepatunya yg dulu robek, masih aku simpan sebagai kenangan. Beberapa bulan kemudian aku sudah mampu mengontrak rumah sendiri, sebelum aku meninggalkan masjid tsb tak lupa aku berpamitan kerumah pak Imam, aku ucapkan banyak terimakasih atas pertolongannya, beliau katakan yg menolong bukan dia tetapi Allah SWT yg menolongku. Aku peluk dia lama sekali, dan aku katakan dahulu aku mengucapkan syahadat didepan dia, dan aku tak akan pernah mengingkarinya seumur hidupku, apapun yg terjadi. Sebelum pergi, aku sempat memandangi kamarku untuk terakhir kali, sempat beberapa menit aku tertegun, membayangkan, mungkin kelak ruangan ini akan dipakai oleh orang2 yg senasib seperti aku…..Aku berharap Semoga Allah memberi kekuatan…. Setelah aku melewati segala cobaan, Tuhan tampaknya terus menerus memberikan semacam rewards kepadaku, belum genap setahun aku bekerja, pihak rektorat meberikan kabar, kalau statusku akan di tingkatkan menjadi karyawan tetap, bahkan beberapa dosen senior sudah menawariku untuk membantu mengajar. Memang rekan2 kerjaku mengatakan, kalau karirku bakal amat bagus, karena orang dengan kemampuan sepertiku amat dibutuhkan. Mereka bilang, kesuksesanku hanya menunggu waktu saja. Aku hanya bisa mengucap puji syukur Alhamdulilah. Andai dulu aku sering berdoa dengan linangan air mata kesedihan, sekarangpun aku masih sering menangis ketika berdoa, tapi kali ini aku menangis bahagia. Sampai saat ini aku masih sendirian, aku bertekad membesarkan anakku sebaik2nya, bagiku aku masih merasa istri dari mas Fariz. Masih sulit rasanya menggantikan dia dihatiku. Seperti yg aku pernah katakan, dia bukan hanya suami, tetapi soulmate ku, dan tak tergantikan. Tetapi entah kalau Allah mempunyai rencana lain untukku. Tiap memandang anakku, aku seperti melihat mas Fariz. Seperti dia masih mendampingiku. Alhamdulilah dengan penghasilanku sekarang ini aku kini bahkan sudah mampu membeli sepeda motor untuk keperluan transportasiku. Kadang diakhir pecan aku berboncengan dengan anakku jalan2 rekreasi. Kadangkala aku sengaja lewat depan rumah orang tuaku, sambil aku katakan bahwa itulah rumah opa dan oma. Sering anakku bertanya, “Ma kapan kita pergi main kerumah oma-opa? ” Aku tak bisa menjawab, karena menahan air mata… Walaupun begitu aku terus berdoa, semoga suatu saat kelak, kedua orangtuaku dibukakan pintu hatinya, kalaupun tidak mau menerima aku lagi, mohon terima anakku, cucunya, darah daging mereka sendiri. Wassalam,..
Sumber :Kholil As’adi.